“TEORI PSIKOLOGI BELAJAR” (Edward Chace Tolman / Pusposive Behaviour)


MAKALAH
“TEORI PSIKOLOGI BELAJAR”
(Edward Chace Tolman / Pusposive Behaviour)


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang Masalah
Guru dalam menjalankan perannya sebagai pembimbing, pendidik dan pengajar serta pelatih bagi peserta didiknya, tentunya dituntut untuk memahami  karakteristik psikologis yang dimiliki oleh masing-masing peserta didiknya. Dengan kata lain guru seharusnya memiliki ilmu yang merupakan dasar pengetahuan yang membekali Profesinya, agar mampu mengembangkan serta menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran, sehingga guru dapat merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran dan mengevaluasi hasil dari proses pembelajaran tersebut.
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi, sumbangsih psikologi terhadap pendidikan sangatlah besar. Kegiatan pendidikan, khususnya pada pendidikan formal, seperti Pengembangan Kurikulum, Proses Belajar Mengajar, dan Sistem Evaluasi, serta layanan Bimbingan dan Konseling merupakan beberapa kegiatan utama dalam pendidikan yang di dalamnya tidak bisa dilepaskan dari psikologi.

1.2.       Rumusan Masalah
a.         Siapa Edward Chace Tolman?

1.3.       Tujuan Penulisan
Selain untuk memenuhi tugas mata kuliah psikologi pendidikan, makalah ini kami buat untuk menambah wawasan dan pengetahuan kita semua tentang teori belajar Edward Chace Tolman.
 

BAB II
PEMBAHASAN

Tolman (1886-1959) lahir di Newton, Massachusetts. Ia memperoleh gelar Master of Art (1912) dan doktornya di Universitas Harvard pada bidang psikologi. Lalu ia mengajar di Universitas Northwestern (1915-1918). Dari universitas ini ia pergi ke Uneversitas California dan menetap di sana hingga ia mengundurkan diri karena menolak untuk menandatangani sumpah setia yang dianggapnya sebagai pelanggaran kebebasan akademik. Akan tetapi ia kembali lagi ke universitas ini atas permintaan para professor.
Teori belajar Tolman dapat dikatakan sebagai camuran antara Teori Gestalt dan Behaviorisme. Setelah lulus dari Harvard Tolman pergi ke Jerman dan bekerja dengan Koffka. Keberadaan teori Gestalt terhadap proses berteorinya mempunyai pengaruh yang sangat signifikan. Sikapnya yang senang terhadap teori Gestalt tidaklah menghalangi perhatiannya terhadap behaviorisme. Tolman memperhatikan ada sedikit nilai dalam introspective approach, padahal ia merasakan psikologi merupakan obyektif yang komplit. Pemikirannya bertentangan dengan para behavioris yang menyatakan unit perilaku bisa dipelajari sebagai unsur-unsur yang terpisah. Para behavioris seperti Pavlov, Guthrie, Hull, Watson, dan Skinner digambarkan Tolman sebagai "Psychology of Twitchism"karena mereka melihat segmen-segmen perlilaku yang besar dapat dibagi menjadi segmen-segmen kecil, seperti reflek-reflek yang selanjutnya dianalisis.
Tolman memandang dengan menjadikan elemen-elemen kecil, sesungguhnya behavioris telah membuang artinya secara utuh. Akan tetapi dia juga yakin bahwa hal seperti itu mungkin juga untuk dijadikan sebagai objek ketika belajar tentang molar behavior secara sistematis. Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa Tolman seorang behavioris secara metodologi dan teoris kognitif dalam hal metafisik. Dengan kata lain, ia belajar behavior untuk menentukan proses kognitif

Teori belajar behaviorisme adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman[1].
Behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Teori kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah:
a.         Mementingkan faktor lingkungan
b.        Menekankan pada faktor bagian
c.         Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
d.        Bersifat mekanis
e.         Mementingkan masa lalu
f.         Mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil
g.        Mementingkan pembentukan reaksi atau respon
h.        Menekankan pentingnya latihan
i.          Mementingkan mekanisme hasil belajar
j.          Mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.
Teori Tolman dikenal sebagai purposive behaviorism karena mencoba untuk menjelaskan goal (tujuan) mengarah pada perilaku atau purposive behavior. (Tolman menggunakan istilah purposivesemata-mata untuk pendiskripsikan). Ia terkenal dengan contoh mencari perilaku sampai makanan ditemukan. Oleh karena itu, nampak "as if (seolah-olah)" perilakunya adalah goal-directed atau purposive. Dalam hal ini ada persamaan antara Guthrie dan Tolman. Menurut Guthrie perilaku tetap berlaku sepanjang pemeliharaan stimuli disajikan oleh beberapa status kebutuhan (need). Sedangkan menurut Tolman perilaku "as if" merupakan goal diarahkan sepanjang organisma sedang mencari-cari sesuatu yang ada di lingkungannya.

Tolman memperkenalkan penggunaan variable campuran dalam riset psikologis, asumsi-asumsi umum yang dikemukakan Tolman dalam proses belajar:
a.        Apa arti belajar?
Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinspip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar[2].
Menurut Tolman, belajar adalah mengenal tentang situasi. Organisme belajar tentang sesuatu yang ada di sekitarnya, jika ia berbalik ke kiri, ia akan menemukan sesuatu. Jika ia berbalik ke kanan, ia temukan juga sesuatu yang lain. Hal ini terjadi secara berangsur-angsur, sehingga ia dapat membuat kesimpulan sendiri. Dengan demikian, menurut Tolman, belajar itu akan sia-sia jika hanya dihafal.

Sebagaimana Guthrie, konsep penguatan (reinforcement) adalah tidak penting bagi Tolman sebagai variable pembelajaran. Akan tetapi, Tolman mengatakan sebagai konfirmasi, di mana behavioris menyebutnya Rinforcement. Selama perkembangan sebuah peta kognitif, harapan atau dugaan-dugaan dimanfaatkan oleh sebuah organisme. Dugaan adalah sebuah firasat tentang sesuatu dan fungsinya. Di mana awal sebuah dugaan bersifat sementara yang disebut hipotesis, yang berasal baik dari pengalaman maupun bukan. Hipotesis yang telah dikonfirmasikan akan dipakai. Sedangkan hipotesis yang salah akan dibuang. Yang harus diperhatikan adalah proses penerimaan maupun penolakan hipotesis merupakan sebuah proses kognitif bukan termasuk tindakan behavior.

c.         Vicarious Trial and Error
Tolman memperhatikan karakteristik tikus dalam kebingungan (jalan simpag siur). Sehingga ia bisa memanfaatkannya sebagai pendukung untuk menafsirkan teori belajarnya. Seekor tikus sering berhenti pada suatu titik tertentu dan memandang sekelilingnya seolah-olah berpikir tentang berbagai alternatif yang ada. Kegiatan seperti ini (berhenti dan memandang sekelilingnya) yang disebut Tolman sebagai Vicarious Trial and Error, sehingga organisme itu bisa membuat kesimpulan sendiri dari berbagai kegiatan yang telah dilakukannya.

Menurut Tolman, kita mengetahui banyak hal tentang lingkungan di sekitar kita, akan tetapi, kita hanya akan melaksanakan informasi atau pengetahuan itu ketika kita harus melakukannya. Dalam status kebutuhan (need), organisme memanfaatkan apa yang telah dipelajarinya hingga sampai pada real testing yang bisa menguangi kebutuhan itu. Misalnya, ada dua kran air dalam rumah kita, dalam jangka waktu yang lama, kita tidak pernah memperhatikan atau meminumnya hingga suatu saat terasa sangat haus. Secara spontan kita akan meminumnya salah satu dari keduanya. Dari sini, kita akan mengetahui bagaimana menemukan air minum itu tanpa harus menunggu hingga terasa haus.
Beberapa point sejauh ini yang dapat diringkas adalah:
1)        Organisme membawa kepada bentuk problem-solving berbagai hipotesis, yang bisa jadi akan memanfaatkan percobaan untuk memecahkan masalah ini. Hipotesis ini sebagian besar didasarkan pada pengalaman terdahulu. Tolman juga percaya bahwa beberapa strategiproblem-solving bisa jadi merupakan pembawaan.
2)        Hipotesis yang survive, yaitu yang sesuai dengan kenyataan menjadikan maksud atau tujuan tercapai.
3)        Ketika ada berbagai tuntutan maupun alasan yang harus dipenuhi, sebuah organisme akan memanfaatkan penggunaan informasi yang ada dalam peta kognitifnya. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan learning dan performance.

e.         Latent Learning
Berbeda dari dari J. Bruner yang dikenal dengan apa yang disebutnya discovery learning; “Biarkan murid kita menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan mereka mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang mereka mengerti”[3].
Tolman lebih dikenal dengan istilah latent learning yakni belajar yang tidak diwujudkan dalam performance. Dengan kata lain, latent learning merupakan kemungkinan belajar yang terbengkalai dalam waktu yang amat panjang sebelum hal tersebut dinyatakan dalam prilaku. Konsep tentang latent learning sangat penting bagi Tolman, dan dia merasa sukses dalam mendemonstrasikan eksistensinya. Eksperimen terkenal yang dilakukan oleh Tolman dan Honzik (1930) melibatkan tiga kelompok tikus, yang mencoba belajar untuk memecahkan suatu kebingungan (jaringan jalan yang simpang siur). Kelompok pertama, tidak pernah diperkuat untuk dengan tepat melintasi jalan yang simpang siur itu. Kelompok kedua, selalu diperkuat (reinforced). Sedang kelompok ketiga, tidaklah diperkuat sampai hari ke-11 mengadakan percobaan. Kelompok terakhir inilah yang menarik bagi Tolman. Teorinya tentang latent learningmeramalkan bahwa kelompok ini akan belajar di simpang siur jalan itu, sama halnya dengan kelompok yang secara teratur diperkuat. Dan ketika penguatan (reinforcement) diperkenalkan pada hari ke-11, kelompok ini akan melakukan seperti halnya kelompok yang secara terus menerus diperkuat (reinforced).

f.         Reinfocement Expectancy
Menurut Tolman, ketika kita belajar, kita menganalisa "situasi". Term understanding selalu ada hubungannya dengan Tolman sebagaimana para behavioris. Dalam situasi problem-solving,kita belajar untuk memperoleh cara yang paling paktis. Kita belajar untuk mengharapkan terjadinya persitiwa tertentu, mengikuti peristiwa yang lain. Seekor binatang mengharapkan jika ia pergi ke suatu tempat tertentu, maka ia akan menemukan reinforcer tertentu. Manurut pada ahli teori S-R, bahwa merubah reinforcer dalam teori belajar tidak akan mengganggu prilaku sepanjang kuantitas reinforcement tidak dirubah secara drastis. Sedangkan menurut Tolman, ia memprediksikan, jika reinforcer dirubah, prilaku akan terganggu, karena reinforcement expectancy merupakan bagian dari apa yang diharapkan.

Ketika kita mencari kontribusi Tolman terhadap teori belajar maka akan kita dapatkan penemuan tunggalnya tentang latent learning. Kontribusi terbesar Tolman tak sebanyak dalam penemuan penelitian yang spesifik dan lebih memerankan tugasnya melawan behavioris Hull. Dimana Hull dan teman-temannya mampu menolak pendapat psikologi Gestalt dan Piaget, yang terjadi perbedaan keduanya pada metodologi dan subyek bersifat eksperimen.
Tolman merupakan penengah bagi para behavioris S-R dengan para psikolog yang memandang belajar sebagai proses kognitif


BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Implikasi perkembangan teori pembelajaran sekarang sangatlah beragam. Guru dapat menerapkan menurut aliran-aliran teori tertentu. Seperti teori purposive behaviorism dalam pembelajaran guru memperhatikan tujuan belajar, karakteristik siswa, dan sebagainya. Aplikasi teori purposive behaviorism dalam kegiatan pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia.

3.2.    Saran
Pengertian, prinsip, dan perkembangan teori pembelajaran hendaknya dipahami oleh para pendidik dan diterapkan dalam dunia pendidikan dengan benar, sehingga tujuan pendidikan akan benar-benar dapat dicapai. Dengan memahami berbagai teori belajar, prinsip-prinsip pembelajaran dan pengajaran, pendidikan yang berkembang di bangsa kita niscaya akan menghasilkan output-output yang berkualitas yang mampu membentuk manusia Indonesia seutuhnya.

 


[1] Gage, N.L., & Berliner, D. Educational Psychology. Second Edition, (Chicago: Rand Mc. Nally), 1979
[2] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, 2009 . (PT: Raja Grafindo Pustaka:Jakarta). Hal. 92.
[3] Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, (Sinar Baru Algesindo:Bandung), 2004. Hal. 49.




Baca juga:

“TEORI PSIKOLOGI BELAJAR” (Edward Chace Tolman / Pusposive Behaviour) | Gusti Rohwan | 5

1 comments: